ATAS NAMA CINTA
Karya Muhammad Faris
Saat ini waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi. Ya masih sangat pagi sekali untuk kubuka kedua kelopak mataku. Namun harus kupaksakan, karena hari ini aku harus ke kantor pusat untuk menghadiri meeting management. Kucoba untuk berdiri dari kasurku, berjalan lemah menuju kamar mandi. Dengan ku genggam handuk ditanganku. Aku melangkah masuk ke kamar mandi.
“Maaa, Paaaa, aku berangkat” Teriak ku setelah selesai memakai kedua sepatuku.
Dan dari dalam kamar keluar lah dua orang yang selalu menemaniku dalam keadaan apapun, membimbingku tanpa lelah. Ya mereka orang tuaku.
“Jangan lupa jas hujannya!” Ucap ayah sembari membukakan pintu depan untukku.
“Sudah pah, ga akan lupa kalo ga mama pindahin dari tas.”
“Eh enak aja, mama lagi yang disalahin.” Ucap mama sembari mencubit pipi kananku
Ku hidupkan mesin motor ku, sembari memilih list lagu-lagu dalam HP-ku untuk kuputar selama dalam perjalan, dan tak lupa untuk kulihat BBM dan pesan WA yang banyak masuk ke HP ku, sembari membalasnya yang menurutku perlu dibalas.
“Selamat pagi Cintaaaa :*” Salah satu BBM yang masuk dari pacarku.
Selagi kubalas BBM darinya, ada salah satu pesan yang mengalihkan pandanganku.
“Hi, apa kabar Faris? Lama ga ketemu sama kamu, kangen juga ya. Nanti sepulang kerja bisa ga kita makan malem bareng? Di tempat biasa kamu ajak aku makan malem dulu.” Setengah jantungku serasa seperti mau copot, berdebar antara bahagia dan bingung membaca SMS dari Dian.
Dian adalah mantan pacarku sewaktu aku SMA dulu, lama memang tidak bertemu dengan dia. Hanya sebatas SMS atau telephone saja, itupun tidak terlalu sering.
Sengaja aku tidak langsung membalas SMS dari Dian. Akupun berangkat dengan perasaan yang aneh.
Meeting selesai pukul 11.30 siang. Sudah mendekati waktu makan siang. Akupun metuskan untuk kembali ke cabang nanti saja setelah makan siang.
Saat aku sedang sibuk dengan banyak email yang masuk di HP ku, tiba-tiba seseorang mengejutkan ku dengan menepuk pundak ku.
“Woi bapak manager yang satu ini sibuk sekali sih, sampai tidak memperhatikan sekitar, padahal dari tadi loh gue duduk depan dia.” Ucap seorang pria tinggi yang berpakaian rapih dengan kemeja cokelat, diantara teman-temannya, Edo.
Dia adalah teman ku dulu saat kita masih sama-sama di cabang wilayah Kalimantan, sebelum aku dipromosikan terlebih dahulu untuk menjadi Coordinator Internal Audit yang memegang wilayah barat.
“Eh boy, lama ga ketemu. Apa kabar lu? BBM lu kenapa ga pernah aktif lagi? Nomor lu juga ga aktif. Gue kira ditelen bumi lu.”
“HP gue tuh hilang waktu itu, sudah lama, semua data dan contact hilang, termasuk contact lu.”
Setelah sedikit berbincang di lobby, kami pun memutuskan makan siang bersama di rumah makan sekitar situ.
Edo saat ini menduduki posisi yang sudah cukup mapan di kantor, seorang Marketing Manager divisi barat.
“Ehhmm Mas Faris sudah lama emang kenal sama Edo?” Tanya seorang wanita berambut panjang dengan blazer hitam ketat yang menambah anggun penampilannya, yang memang ikut makan bareng sama kita, Fina.
Dia adalah teman Edo di kantor pusat, seorang staff accounting yang sudah hampir 2 tahun bekerja di perusahaan yang sama dengan kami.
“Eehhh, kira-kira sudah 4 tahun lebih gue kenal sama Edo, semenjak kita masih sama-sama di cabang Kalimantan”
“Yaa, dulu dia ga segemuk ini badannya tau Fin, karena sekarang udah sukses aja jadi gemuk gini” Canda edo dengan ketawa khasnya yang tidak berubah dari dulu.
“Aaahh, tapi tetep aja dari dulu gaji lu yang lebih besar dari gue.” Candaku tak mau kalah.
Dan kami bertiga kembali ke kantor saat waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Mereka berdua masuk ke dalam Lobby dan akupun berpamitan untuk kembali ke kantor cabang dimana aku ditempatkan.
Tak lupa ku meminta nomor dan PIN BBM Edo yang baru, dan karena merasa tak enak, kuminta pula PIN BBM Fina. Lalu aku pun langsung menuju parkiran dimana ku tadi memarkirkan motorku.
Sesampainya di kantor, aku hampir lupa mengenai ajakan makan malam oleh Dian. Langsung kuambil HP ku dan ku balas SMS dia.
“Hai Dian, kabar ku baik. Kamu juga baik2 kan? Ahaha, sama aku juga kangen sama kamu. Oke nanti malam jam 7 aku tunggu kamu di cafĂ© biasa ya. See you.”
Setelah kumatikan komputer ku, kulihat waktu sudah menunjukkan 18.15 Sore. Aku pun segera bergegas melangkahkan kaki menuju tempat parkir motor.
Kupacu si kuda besi putih yang besar ini melintasi aspal ibu kota, dan akhirnya sampai di tempat yang dituju oleh aku dan Dian, kulihat arlojiku, waktu menunjukkan pukul 18.55, ah tepat pada waktunya.
Dan bersamaan aku turun dari motor, kudapati HP ku bergetar.
Panggilan masuk dari Dian ternyata.
“Halo”
“Halo Faris, kamu dimana? Aku sudah sampai nih.”
“Iya aku baru sampai nih, lagi mau masuk ke dalam.”
“Oke, langsung ke meja 21 ya, aku sudah menunggu mu.”
“Iya, oke Dian”
Aku pun melangkahkan kaki ku semakin cepat. Langsung saja aku menuju meja yang tadi sudah disebut oleh Dian.
 |
Atas Nama Cinta Karya Muhammad Faris |
Kudapati seorang gadis berhijab biru Muda dengan kemeja Biru tua yang dibungkus blazer hitam sedang duduk disana. Tak kusangka, sekarang Dian terlihat semakin cantik dengan mengenakan Hijab. Wajahnya yang putih merona semakin anggun dengan dihiasi kerudung.
“Hai sudah lama menunggu?” Tanyaku mengawali pembicaraan.
“Ah tidak kok, hanya menunggu sebentar, kebetulan aku sudah memesan tempat ini lebih awal, jadi tak perlu lagi menunggu tempat kosong.” Jawabnya dengan senyum yang masih sama saat terakhir kali aku melihatnya 4 tahun lalu, sama manisnya maksudku, ehehe.
“Ah iya, apa kau sudah memesan makanan?” Tanya ku lebih lanjut.
“Sudah, aku sudah pesan. Dan untuk mu juga, tapi kalau kau ingin pesan lagi silahkan, ini menunya.”
“Memang kau pesankan apa untuk ku?”
“Nasi Sapi Lada hitam, yang dimasak kering dan sedikit kecap. Serta Juice Melon tanpa gula.” Jawabnya dengan senyum lebih manis dari yang tadi.
“Kamu masih ingat semua itu Dian?” jawab ku setengah kaget.
Ya, memang menu itu yang selalu aku pesan setiap kali aku makan malam dengan Dian, tapi itu sudah hampir 4 tahun lalu. Waktu yang sangat lama untuk bisa mengingat hal ini.
Setelah itu kami berbincang cukup asik, saling menanyakan kerjaan, kesibukan, dan tentunya saja kekasih. Aku tertegun sejenak saat Dian menanyakan soal ini, dan untung aku berhasil mengalihkan pembicaraan sebelum Dian meminta jawaban dariku.
Ternyata hingga saat ini Dian belum mempunyai kekasih, ya aku lah mantan terakhirnya sampai saat ini.
“Sepertinya sudah malam nih, sudah jam sepuluh, kita pulang yuk. Kamu naik apa Dian?” Tanyaku sembari meminta bill kepada pelayan.
“Aku tadi naik taxi kesini Ris.” Jawabnya saat merapihkan isi tasnya. “Mba, bisa tolong pesankan taxi.” Pinta Dian kepada pelayan yang datang untuk mengantar kembalian.
“Ah tidak usah mba, tidak jadi.” Potong ku saat itu juga.”Biar aku antar kamu sampai rumah.” Pintaku padanya.
“Tak merepotkan mu Ris? Terima kasih banyak kalau begitu.” Jawabnya dengan senyum termanis malam ini.
“Tak apa kok Dian, hitung-hitung aku nostalgia kan.” Ucapku sembari senyum iseng.
“Ah kamu ini masih saja suka iseng seperti dulu ya.”
Dalam perjalanan kita tak banyak bicara, Dian hanya terdiam dibelakang ku, kurasakan tangannya erat memegang pinggangku.
Dan akhirnya kutepikan motorku di depan sebuah rumah dibilangan Fatmawati.
“Terima kasih ya Ris, akhirnya bisa juga ketemu kamu lagi.” Kembali Dian berkata dengan senyum manis yang merekah di wajahnya.
Hari berganti hari, berjalan begitu saja, tak kusangka saat ini ada 3 wanita yang dekat dengan ku.
Alfi, pacarku yang memang dia lah satu-satunya yang mempunyai status hubungan denganku.
Dian, mantan pacarku sewaktu SMA dulu, yang kini kembali lagi ke dalam kehidupan gue.
Fina, wanita yang baru ku kenal beberapa minggu lalu saat makan bersama Edo.
Benar hatiku dibuat bimbang oleh ketiga orang ini. Memikirkan mereka hari demi hari membuat ku selalu salah tingkah.
Sempat aku berfikir untuk meninggalkan Alfi hanya untuk Dian atau Fina. Tetapi aku kembali berfikir bahwa Alfi lah yang menemaniku meniti karir hingga aku bisa sampai saat ini.
Siang ini aku ada janji makan siang dengan Fin adi dekat kantor pusat, karena memang hari ini aku ada jadwal meeting disana.
“Hai lama tak melihat senyum manismu Fin.” Goda ku sambil tersenyum iseng.
“Halah, gue kalo lagi laper ga mempan digombalin, ayok jalan yuk, udah laper nih.” Balasnya sembari menyeret tanganku.
Kita pun sekarang sudah duduk di restoran dekat situ. Selagi menunggu pesanan datang kita pun berbincang, sedikit-sedikit aku menggodanya, yang dia balas dengan cubitan lembut di pipiku.
Selagi asik berbincang kurasa HP ku bergetar di kantong kemeja. Langsung saja kuambil, ternyata Alfi memanggil. Akupun langsung panic dan tak jawab telephone itu.
“Kenapa? Kok ga kamu jawab telephone-nya?” Tanya Fani penasaran.
“Eehh engga, itu tadi kantor yang telephone, orang jam istirahat masih aja ditelephone, males gue jawab.” Terpaksa aku berbohong kepada Fina.
Sesampainya di kantor aku pun menelpon Alfi, berkali-kali kucoba namun tak ada jawaban. Apa dia marah kepadaku. Ah tapi dia tak pernah seperti itu, marah Cuma karena telponnya tak kujawab, dia sangat lah mengerti akan kesibukanku. Banyak pertanyaan yang timbul dalam benakku. Namun kucoba untuk mengabaikannya.
Waktu di jam meja kerja ku menunjukkan pukul 5 Sore, kureganggkan sejenak mataku dari penatnya kerjaan hari ini. Dan tiba-tiba HP ku bordering, Dian memanggil.
“Hai Faris, kamu sibuk ga nanti malam?” Tanya Dian diseberang telepon
“Engga kok, aku hari ini mau pulang cepat, sudah jenuh dengan kerjaan hari ini.”
“Oh, gimana kalau aku ajak kamu ke tempat yang indah malam ini, biar kamu bisa sedikit rileks?”
“Wah sepertinya tawaran menarik, kalau begitu aku jemput kamu di kantor nanti malam.”
“Oke kalau begitu, jam 7 ya ris.”
Pukul 7 tepat ku hentikan laju kuda besi ini di sebuah kompleks perkantoran cilandak. Dan Dian sudah menunggu ku tepat di depan pintu keluar. Dengan hijab pink muda yang dikenakannya dipadu juga blazer putih gading dan kemeja merah muda, dia terlihat begitu mempesona.
Kupacu kembali kuda besiku melintasi jalan ibu kota, ke tempat yang ditunjukkan oleh Dian. Kami berdua tak banyak bicara selama perjalanan, tapi kurasa erat tangan Dian memeluk pinggangku dan sesekali mencubitnya jika ku melaju terlalu kencang.
Ternyata Dian mengajakku ke Gedung dibilangan Ancol. Disuguhi pemandangan roof top kami Dinner disana. Dengan alunan musik romantis dan pemandangan yang menawan.
“Ris, aku mau bicara sesuatu sama kamu sebenarnya.” Ucap Dian dengan muka seriusnya.
“Apa itu Dian, bicara saja.” Jawabku penasaran.
“Heemm, aku mau mengulang masa-masa bahagia saat kita pacaran dulu Ris, aku kangen semua itu, aku kangen candamu, aku kangen sifat romantismu, aku kangen pelukanmu, aku kangen semua tentang kamu.”
Seketika jantung ini serasa dipaksa untuk berhenti berdetak. Aku kaget bukan kepalang.
“Ehhmm, makasih Dian, makasih kamu mau mengulang itu semua sama aku, makasih juga karena kamu sudah memilih aku sebagai pendampingmu dalam suka ataupun duka. Boleh ga kamu kasih aku waktu buat menjawab itu?”
“Iya ga apa kok Ris, aku paham. Aku akan tunggu kapan pun sampai kamu siap.”
Kembali HP ku berdering disaat yang tidak tepat, kulihat pada layar, ternyata Alfi memanggil. Langsung kumatikan HP ku.
“Kenapa ga kamu angkat teleponnya Ris?” Tanya Dian penasaran.
“Ga kok, dari kantor. Aku malas diganggu kalau sudah tidak jam kerja.” Kembali aku harus berbohong hari ini.
Saat kubaringkan tubuh ini di kasur dalam kamarku, kuambil HP ku lalu kuhidupkan kembali.
12 Mailbox
14 Messages
8 Whatsapp
Kubaca pesan yang paling atas, dari Alfi.
“Kak Faris, kalau kakak sudah tidak sibuk, sempatkan waktu kakak untuk ke rumah sakit ya, kak Alfi masuk rumah sakit jam 10 pagi tadi.”
Hatiku langsung terenyuh, sesak, dan lemas seketika. Langsung ku bangun dan menuju motorku, kupacu laju motorku sekencang-kencangnya menuju rumah sakit yang dimaksud.
Sesampainya disana, Ayah Alfi langsung menyambutku dengan muka lemas, dan menceritakan semua kejadiannya.
Ternyata Alfi memiliki lemah jantung, dan harus dipasang alat pacu jantung dalam tubuhnya, namun itu pun belum tentu bisa berhasil 100%. Jalan terbaik adalah harus ada yang mendonorkan jantungnya untuk Alfi.
Seketika aku langsung ingat saat aku bersama-sama memerikasakan kesehatan ku dan Alfi, kami memiliki golongan darah yang sama, dan kemungkinan aku bisa mendonorkan jantungku untuknya, akan tetapi, apakah kekuatan cintaku sebesar itu sampai aku harus mengorbankan hidupku?
Dalam perjalanan pagi ini ke kantor aku merasa kosong, aku bengong selama berkendara, namun kulihat speedometer motor ku mencapai 124 Km/h. dan seketika ku melihat mobil sedan yang memotong jalanku, aku tak bisa menghindar. Dan ku dengan sadar menabrakkan motorku ke mobil itu. Dalam keadaan setengah sadar ku berada di dalam mobil ambulance, ku sempatkan menulis 3 surat untuk Alfi, Dian, dan Fina.
Teruntuk Alfi
Halo Sayang,
Apa kabarmu saat kau baca surat ini? Aku harap kau dalam keadaan yang sehat dan tak kurang suatu apapun.
Aku rasa kamu sudah tau tentang apa yang terjadi. Tak usah sedih sayang. Walaupun Ragaku melayang jauh, namun harus kau ingat, aku ada dalam tubuhmu, aku ada dalam setiap detak jantungmu.
Love you my sweety, remember me on your heart, not on your mind.
Teruntuk Dian
Halo Dian,
Apa kabarmu Dian? Semoga kamu selalu dalam keadaan baik ya.
Aku ingin menjawab hutangku melalui surat ini, ku Sebenarnya sayang dan ingin mengulang kembali semua yang pernah terjadi bersamamu, namun maafkan aku.
Aku harus pergi lebih dahulu, karena ada seseorang yang membutuhkan sebagian dari aku untuk bisa hidup. Temui lah dia pada upacara terakhirku nanti, dan kuharap kau bisa berteman baik dengannya, karena aku ada pada dirinya.
I’m sorry to being a sad parts in your life.
Teruntuk Fina
Hi Fina,
Apa kabar lo? Semoga baik2 saja ya.
Oh iya, gue mau minta maaf sama lu, gue bingung sama perasaan gue sendiri kemarin. Gue ga tau harus gimana sampai akhirnya gue putuskan untuk lebih memilih menjadi bagian hidup seseorang. Tapi, you are my best friend forever. Kalau kau ada waktu datang lah pada upacara terakhir ku. Dan disana akan kau temui orang yang separuh bagiannya adalah diriku.
Dengan sampainya surat ini kepada masing masing penerima, dan pada saat itu pula perjalananku menuju surge baru dimulai.
Karya : Faris.
Profil Penulis:
Seorang anak bungsu dari dua bersaudara yang mempunyai kakak juga seorang penulis. bertempat tinggal di Jakarta. ingin mencoba berbagi sedikit dari beberapa cerpen yang pernah saya tulis.